Sinopsis Mahabarata
Mahabarata berasal dari kata maha yang
berarti ‘besar’ dan kata barata yang berarti ‘bangsa Barata’. Pujangga Panini
menyebut Mahabarata sebagai “Kisah Pertempuran Besar Bangsa Barata.
Kisah dimulai di kerajaan Hastinapura
bangsa kuru, Raja Santanu menikah dengan Dewi Gangga. Anak mereka yang ke 8
bernama Dewabarata telah bersumpah tidak akan menikah demi ayahnya, selamanya
akan mengabdi kepada Hastinapura dan menjadi Bisma.
Raja Santanu bertemu dengan Satyawati di
tepi hutan. Sang raja jatuh cinta kepadanya dan mengangkat Satyawati menjadi
permaisurinya. Santanu adalah kakek Dritarastra dan Pandu, dan moyang Kaurawa
dan Pandawa. Raja Santanu dan Satyawati mempunyai 2 orang putra yang bernama Chitranggada
dan Witchitrawirya. Akan tetapi, Chitranggada meninggal tanpa memiliki anak.
Namun, Witchitrawirya mempunyai 2 anak dari 2 istri nya, putranya adalah
Dristarasta dan Pandu.
Dalam epos Mahabarata mengisahkan
konflik antara dua saudara sepupu, Pandawa dan Kaurawa. Konflik tersebut
berkembang menjadi sebuah perang besar yang mengakibatkan bangsa kuru atau
bangsa bharata musnah. Dristarasta, si putra sulung, terlahir buta. Karena
cacat, dia tidak bisa dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Pandu menggantikan
kakaknya menjadi raja. Dristarasta mempunyai 100 putra yang dikenal sebagai Kaurawa
dengan si sulung Duryudana. Sedangkan Pandu mempunyai lima putra yang dikenal
sebagai Pandawa.
Suatu hari Pandu mengikuti sayembara Dewi
Kunti, dan dia memenangkan sayembara dan menikahi Dewi Kunti. Sebelum menjadi
istri Pandu, Dewi Kunti sudah mempunyai mantra suci dari Resi Durwasa untuk
memanggil dewa supaya bisa mempunyai anak keturunan dewa. Kunti pun mencoba
mantra itu, dia memanggil Dewa Matahari atau Batara Surya, Kunti diberi anak
yang bernama Karna. Merasa belum siap untuk mengurus Karna, dia
menghanyutkannya di sungai kemudian ditemukan dan dirawat oleh keluarga sais kereta
kuda Adhirata dan Rada. Atas nasihat Bisma, dan menurut adat istiadat jaman
itu, Raja Pandu menikahi Dewi Madri sebagai istri kedua, untuk menjaga
keturunan. Ketika berburu di hutan, Pandu tidak sengaja memanah sepasang kijang
jelmaan resi. Pandu dikutuk akan menemui ajalnya sesaat setelah menikmati
asmara dengan wanita manapun. Mengetahui hal tersebut, Pandu berserta
istri-istrinya pergi mengasingan diri ke hutan, Dristarasta menggantikan Pandu
sebagai raja Hastinapura.
Di hutan, Dewi Kunti memberitahu Pandu
bahwa dia tahu mantra untuk memanggil dewa untuk meminta anak. Pandu sangat
senang mendengarnya. Kemudian Kunti membaca mantra tersebut, datanglah Batara
Darma atau Dewa Keadilan dan Kematian. Batara Darma memberikan Kunti seorang
anak yang diberi nama Yudistira yang artinya adalah teguh hati dan teguh iman
di medan perang. Putra kedua Pandu adalah titisan dari Batara Bayu atau Dewa Angin
dan memberi nama Bhima/Bhimasena, penjelmaan wujud kekuatan yang luar biasa
pada manusia. Putra ketiga, Arjuna, yang artinya cemerlang dan putih bagaikan
perak, dia berasal dari Batara Indra atau Dewa Guruh dan Halilintar. Mantra
suci untuk putra keempat dan kelima tidak dibacakan oleh Kunti melainkan oleh
Madri. Dewa Aswin yang kembar memberikan mereka 2 putra kembar, Nakula dan
Sadewa. Sedangakan di Hastinapura raja Dristarasta mempunyai 100 anak yang
disebut Kaurawa.
Bertahun-tahun lamanya keluarga Pandu
tinggal di hutan yang damai. Pandu mengajari anak-anak nya cara memanah, budi
pekerti, tata krama, dan bagaimana menjadi orang yang bijaksana. Setelah 15 tahun
kemudian, Pandu meninggal terkena kutukannya sebab Pandu tidak bisa menahan
gejolak asmaranya dengan istri keduanya. Madri merasa dialah penyebab kematian
suaminya, dia pun membakar dirinya untuk pensucian diri.
Bisma mengangkat Mahaguru
Kripa dan Drona untuk mendidik dan memberi ajaran berbagai ilmu pengetahuan dan
ilmu keprajuritan yang harus dikuasai para pangeran Hasinapura itu. Duryunada
semakin iri melihat keperkasaan Bima dan kesaktian Arjuna. Kaurawa mengatur
siasat untuk mencelakai Pandawa. Duryudana mengirim Pandawa dan ibunya ke
istana kayu kemudian membakar mereka.
Tapi usaha itu sia-sia, Pandawa berhasil menyelamatkan diri lari ke hutan
berkat pesan rahasia Widura sang penasehat kejaraan yang adil, jauh sebelum
peristiwa pembakaran terjadi. Mereka terpaksa mengembara di hutan kemudian
menumpang di rumah seorang brahmana. Sementara itu Karna dan Sangkuni diangkat
Duryhodhana sebagai penasihatnya.
Pada suatu hari, para Pandawa mendengar
sebuah sayembara yang diadakan oleh Raja Drupada dari negeri Panchala untuk
mencarikan suami bagi Dewi Drupadi,
putrinya yang terkenal cantik, bijaksana dan berbudi halus. Banyak
sekali putra mahkota dari berbagai negeri datang untuk mengadu nasib. Tidak
satupun kesatria-kesatria yang berhasil. Kemudian Arjuna maju untuk melakukan
sayembara. Kesatria itu memenangkan sayembara Dewi Drupadi. Arjuna membawa
Drupadi kepada Kunti. Sesuai janji dan sumpah Pandawa bahwa mereka selalu berbagi
adil dalam segala hal, Pandawa menjadikan Dewi Drupadi sebagai istri mereka.
Setelah mengetahui Pandawa dan Kunti masih hidup Dristarasta
menyuruh mereka untuk kembali ke Hatinapura. Bisma dan Drona memberi nasehat
kepada raja untuk membagi 2 wilayah kerajaan Hastinapura. Dristarasta setuju
lalu membagi kerajaan menjadi dua, untuk Kaurawa dan Pandawa. Kaurawa mendapat
Hastinapura dan Pandawa menguasai negeri Amarta dengan ibu kota Indraprastha.
Pandawa menguasai Indrapastha dengan penuh kebijaksaan dan keadilan. Rakyat
hidup tentram dan damai. Kekayaan negeri tersebut semakin berlimpah. Duryudana
iri melihat kemakmuran negeri yang dikuasai Pandawa. Dia menyusun rencana untuk
merebut Indraprastha dengan mengundang Yudistira bermain dadu. Dalam tradisi
kaum kesatria, undangan bermain judi tidak boleh ditolak. Dengan licik
Duryudana mengundang Yudistira atas nama ayahnya untuk bermain dadu bersama
Sankuni yang tak segan-segan untuk curang. Benar saja, Yudistira kalah berkali-kali
hingga dia mempertaruhkan segala sesuatu yang dimilikinya, termasuk daerah
kekuasaannya beserta kekayaannya, hingga saudara-saudara dan istrinya sendiri, Drupadi.
Kalah dalam permainan membuat Pandawa dan Drupadi tidak mempunyai apa-apa lagi,
kemudian Duryudana menyuruh mereka untuk mengasingkan diri di hutan selama 12
tahun lamanya dan pada tahun ketiga belas, selama satu tahun Pandawa dan Drupadi
harus hidup menyamar dan tidak boleh ada yang mengenali mereka.
Bima sangat benci terhadap perlakuan
Duryudana terhadap Pandawa terutama kepada istrinya Drupadi. Wanita yang jelita
dan baik itu dilecehkan oleh Durshasana, adik Duryudana ketika Yudistira kalah
taruhan. Bima telah bersumpah akan membunuh Durshasana untuk membalaskan dendam
Drupadi. Tetapi Bima harus menunggu selama 13 tahun lamanya.
Ketika di hutan, Arjuna pergi untuk
meminta senjata sakti dari Batara Indra. Dan dia berhasil mendapatkannya.
Senjata Gandawa Arjuna yang sangat sakti itu akan digunakannya untuk berperang
melawan Kaurawa. Suatu hari ketika Pandawa dan Drupadi melanjutkan pengembaraan
mereka, Bima bertemu dengan saudaranya yaitu anak lain dari Batara Bayu. Dia
adalah Hanoman. Sebelumnya Bima tidak mengetahui kalau kera itu adalah Hanoman,
namun ketika dia menunjukkan kekuatannya dan membeitahu siapa dia sebenarnya, Bima
merasa sangat bahagia, jantungnya berdegup kencang, sekujur tubuhnya terasa hangat.
Bima silau memandang Hanoman yang menjadi luar biasa besar dan bulunya
bercahaya gemilang. Hanoman kemudian memeluk Bima. Ketika berpelukan, dua
bersaudara itu masing-masing merasa mendapat kekuatan berlipat ganda.
Suatu hari Pandawa merasa kehausan
Yudistira menyuruh Sadewa untuk memanjat pohon dan melihat apakah ada telaga di
sekitar Pandawa. Sadewa melihat telaga tersebut dan pergi untuk mengambil air
untuk saudara-saudaranya. Ketika sampai di telaga, Sadewa mendengar suara gaib yang memerintahkan Sadewa untuk menjawab
pertanyaan dahulu jika ingin minum air telaga. Tapi, karena Sadewa sangat
kehausan, dia langsung meminum airnya, tiba-tiba dia jatuh pingsan. Merasa
khawatir karena Sadewa belum kembali, Yudistira menyuruh Nakula untuk menyusul
Sadewa. Ketika melihat saudaranya yang pingsan dia ingin menolongnya tapi rasa
haus yang Nakula rasakan membuatnya menunda niatnya dan segera pergi ke tepi
telaga untuk minum air. Suara gaib itu kembali terdengar dengan ucapannya yang
sama ketika Sadewa hendak meminum air telaga. Nakula menghiraukannya dan
langsung meminumnya. Nakula pingsan seketika itu juga. Arjuna menyusul mereka
dan dia juga bernasib sama dengan kedua adiknya. Begitu pula Bima. Akhirnya
Yudhistira mencari saudaranya. Alangkah terkejutnya Yudistira melihat
adik-adiknya tak sadarkan diri. Suara gaib datang kembali dan menanyakan sejumlah
pertanyaan kepada Yudistira, dia mengira suara itu adalah suara yaksa. Pertanyaan-pertanyaan
itu harus dijawab dengan bijak, Yudistira menjawab pertanyaan-pertanyaan itu
dengan sangat baik dan tepat. Setelah menjawab pertanyaan, suara gaib
mengizinkan Yudistira memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk
dihidupkan kembali. Yudistira memilih Nakula karena dengan pertimbangan demi keadilan
kerena dia adalah putra Kunti sementara itu Nakula adalah putra Madri dengan
demikian keturunan Kunti dan Madri bisa diselamatkan. Yaksa itu puas sekali
mendengar jawaban Yudistira yang membuktikan bahwa dia adil dan berjiwa besar.
Akhirnya, yaksa itu menghidupkan kembali semua saudara Yudistira. Ternyata,
yaksa itu adalah penjelmaan Batara Yama atau Dewa Kematian, yang ingin menguji
kekuatan batin Yudhistira. Batara Yama berdiri di depan Yudistira lalu memeluknya
sambil berkata bahwa beberapa hari lagi masa pengasingan Pandawa dan Drupadi
selesai. Di tahun ketiga belas, mereka harus hidup menyamar. Batara Yama
menyakinkan Pandawa bahwa mereka akan melewatinya dengan baik. Setelah berkata
demikian, Batara Yama menghilang. Pengalaman Arjuna dalam perjalanan mencari
senjata pamungkas yang sakti, pengalaman Bima bertemu dengan Hanoman, dan
pengalaman Yudistira bertemu dengan Batara Yama, menambah kekuatan jasmani,
keyakinan batin serta kemuliaan rohani Pandawa.
12 tahun masa pengasingan telah
mereka jalani dengan penuh kesabaran dan kebersamaan. Kini tiba saatnya Pandawa
dan Drupadi menjalani masa penyamarannya selama satu tahun kedepan. Pandawa menyamar
di negeri Matsya yang dikuasai oleh Raja Wirata. Yudistira menyamar menjadi
pelayan Raja Wirata dengan mengganti nama sebagai Kangka. Bima menyamar menjadi
juru masak istana Raja Wirata dengan nama Walala. Arjuna menyamar sebagai
seorang perempuan yang menjadi guru tari dengan nama Brihannala. Sadewa
menyamar menjadi gembala sapi yang bernama Trantipala. Nakula menjadi tukang
kuda dengan nama Dharmagranti. Dan yang terakhir adalah Drupadi yang menyamar
sebagai pelayan permaisuri Raja Wirata dengan nama Sairandri.
Ketika masa penyamaran Pandawa dan Drupadi
selasai, Pandawa mencoba untuk mendapatkan kerajaan mereka degan cara
perundingan yang damai dari tangan Kaurawa, tapi sayang perundingan itu gagal
karena Duryudana menolak.
Kemudian kedua belah pihak berusaha
mencari sekutu sebanyak-banyaknya. Raja Wirata dan Kresna menjadi sekutu
Pandawa, sedangkan Bisma, Drona, dan Salya memihak Kaurawa. Waktu yang ditunggu-tunggu
Bima datang, yaitu saat perang Batarayuda di padang Karukshetra. Hari pertama
perang kemenangan diraih oleh Kaurawa. Kemudian di hari-hari berikutnya Pandawalah
yang menang. Perang Batarayuda sangat banyak memakan korban. Sesepuh kerajaan
seperti Bisma, Drona dan yang lainnya tewas di medan perang. Anak-anak di kedua
belah pihak juga tewas terbunuh. Akan tetapi kemenangan tetap diraih oleh pihak
Pandawa. Semua Kaurawa tewas di tangan Bima. Karna, tewas ditangan Arjuna.
Sangkuni tewas ditangan Sadewa. Mendengar kabar tersebut Dristarasta sangat
sedih karena kehilangan putra-putranya. Setelah perang berakhir, Yudistira
melangsungkan upacara aswameda dan dia dinobatkan menjadi raja. Dristrarasta
yang sudah tua tidak bisa melupakan anak-anaknya yang tewas di medan perang,
terutama Duryudana. Meskipun Dristrarasta tinggal bersama Yudistira dan
dilayani dengan baik, namun pertentangan batinnya dengan Bima tidak dapat
dipaksakan lagi. Kemudian Dristarasta bersama istrinya Dewi Gandhari pergi
kehutan untuk bertapa. Sesuai janji antara Kunti dan Gandhari untuk selalu
bersama, Kunti menemani Gandhari pergi ke hutan. Setelah 3 tahun bersemedi, terjadilah
kebakaran yang hebat di hutan hingga membakar habis tubuh Dristarasta,
Gandhari, dan Kunti.
Bertahun-tahun Yudisthira menjadi
raja Hastinapura, dalam kedukaan yang cukup mendalam atas kematian keluarga
Pandawa termasuk anak-anak mereka membuat hati mereka tidak tenang. Akhirnya, setelah
menyerahkan tahta kerajaan kepada Parikeshit, cucu mereka. Pandawa meninggalkan
ibukota dan pergi ke gunung Himalaya.
Pandawa dan Drupadi pergi ke gunung
Himalaya untuk mencapai kediaman Batara Indra, seekor anjing menyertai mereka
dengan setia. Satu persatu mereka jatuh ke dalam jurang lalu lenyap ditelan
bumi. Yang pertama kali jatuh adalah Drupadi, kemudian Sadewa, Nakula, Arjuna,
dan Bima. Batara Indra menjelaskan bahwa Yudistira paling terakhir karena dia
memikul tanggung jawab raga yang terakhir. Ketika di surga, Yudistira tidak
melihat saudara-saudara dan istrinya di sana. Dia malah melihat Duryudana
menduduki singgsana yang megah dan hidup bahagia dengan saudaranya. Yudistira
tidak ingin tinggal bersama Kaurawa, dia ingin bertemu saudara-saudaranya dan Drupadi.
Ternyata, Batara Indra dan Batara Yama sedang menguji kesetiaan dan keteguhan
iman Yudistira. Dia menganggap tempat yang dia tinggali bersama saudara dan
istrinya adalah neraka. Namun sebenarnya tempat itu adalah surga. Itu adalah keharusan
bagi arwah para kesatria dan raja untuk tinggal di neraka selama beberapa
waktu.
Dan pada akhirnya Pandawa, Drupadi dan sekutunya diangkat ke surga. Sementara itu Kaurawa tinggal di neraka. Setelah mengalami berbagai cobaan, Yudistira memenuhi kedamaian abadi, terbebas dari beban pikiran dan perasaan yang mengikat manusia dengan hal-hal duniawi. Yudistira kemudian bersemayam bersama Batara Indra di surgaloka.